a

Saturday, January 21, 2012

teori - teori bimbingan dan konseling

1. Trait Factor Theory 
Pendiri teori : Edmund Griffith (E.G.)
Teori ini juga menekankan pada pemahaman diri melalui test psikologis dan menerapkan pemahaman tersebut untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh konseli, terutama yang berkaitan dengan pilihan program studi atau bidang pekerjaan. Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku. Ciri-ciri ini dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian yang masing-masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah (Winkel, 1997:388). Ciri-ciri inilah yang akhirnya disebut sebagai factors.Teori ini bertujuan untuk membantu konseli dalam membuat keputusan atas alternatif pilihanyang berkaitan dengan pekerjaan/jabatan yang diinginkan. Implikasinya dalam dunia pendidikan adalah membantu siswa dalam membuat keputusan atas pilihan jurusan atau program studi yang diharapkan dan dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa tersebut. Jadi, teori ini bertujuan untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi konseli yang termasuk dalam ragam bimbingan karier (Winkel dan SriHastuti, 2004:438-439).Teori ini merupakan directive counseling atau Counselor-Centered Counseling, dimana konselorsecara sadar mengadakan strukturalisasi dalam proses konseling dan berusaha mempengaruhi arah perkembangan konseli demi kebaikan konseli tersebut.

2. Konseling Behavioristik (Behavioristic Counseling)
 Pendekatan ini menitikberatkan pada perubahan nyata dalam perilaku konseli sebagai hasil darikonseling. Pendekatan ini juga menekankan bahwa hubungan antarpribadi tidak dapat diteliti secara ilmiah, sedangkan perubahan nyata dalam perilaku konseli memungkinkan dilakukan penelitian ilmiah.Pendekatan ini merupakan kebalikan dari pendekatan yang memandang hubungan antarpribadi antarakonselor dan konseli sebagai komponen utama dan mutlak serta sekaligus cukup untuk memberikanbantuan psikologis kepada seseorang. Keyakinan dasar yang dipegang dalam pendekatan ini adalah bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari suatu proses belajar, maka dapat diubah dengan belajar baru(Winkel dan Sri Hastuti, 2004).Maka, konseling behavioristik memiliki ciri-ciri, antara lain (Latipun, 2001:113): 
a.Berfokus pada perilaku yang tampak atau nyata
 b.Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan terapeutik/konseling
 c.Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah konseli
d.Penafsiran objektif atas tujuan terapeutik/konseling.
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dalam konseling behavioristik perumusan tujuan secara spesifik lebih penting dibandingkan dengan proses hubungan konseling. Hal ini dikarenakan masalah dansituasi yang dihadapi oleh masing-masing konseli berbeda-beda, sehingga tujuan yang hendak dicapai masing-masing pribadi juga berbeda sesuai dengan masalah dan kondisi yang dihadapi oleh konselitersebut. Tujuan konseling behavioristik sendiri adalah membantu konseli untuk mengubah perilaku salahsuai atau perilaku maladaptif dengan cara mempertahankan dan memperkuat perilaku yang diharapkan,meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat.
3. Rational-Emotive Therapy (RET)
Pelopor dan peletak dasar konseling ini adalah Albert Ellis.
RET merupakan sebuah terapi atau corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thinking), berperasaan(emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku (Winkel,1997, 144). Menurut Ellis (1994) perilaku seseorang khususnya yang berkaitan dengan emosi, bukan disebabkan secara langsung oleh peristiwa yang dialaminya, melainkan karena cara berpikir atau sistemkepercayaan seseorang (rasional atau irrasional) . Jadi tujuan dari RET adalah untukmemperbaiki dan mengubah sikap, cara berpikir, persepsi, keyakinan serta pandangan konseli yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan dirinya dan mencapai realisasi diri yang
optimal.
RET dalam teori-teori konseling dan psikoterapi dikelompokkan sebagai terapi kognitif-behavior,karena terapi ini berasal dari aliran pendekatan kognitif-behavioristik. Maka, RET juga sering disebut jugadengan nama lain seperti Rational Therapy, Rational Emotive Behavior Therapy, Cognitif BehaviorTherapy, Semantic Therapy, dan Rational Behavior Training.Menurut Ellis (1994) ada tiga hal terkait dengan perilaku yang juga menjadi konsep dasar RET atau   yang sering disebut sebagai konsep A-B-C, yaitu activating event atau activating experience (A) yang  merupakan peristiwa atau pengalaman tertentu yang menjadi pendahulu berupa fakta, peristiwa, atau sikap orang lain. Belief (B) yakni keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu  peristiwa atau pengalaman. Keyakinan manusia pada dasarnya ada dua yaitu keyakinan yang rasional ataumasuk akal (rational belief/rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief/iB). Consequence (C)merupakan konsekuensi sebagai akibat atau reaksi individu dalam hubungannya dengan A. Jadi, Cpertamakali ditimbulkan oleh B, baik rB ataupun iB terhadap A.Dalam memberikan pelayanan kepada konseli dengan pendekatan ini, konselor hendaknyaberpegang pada konsep dasar di atas dengan menambahkan unsur D (dispute) dan E (Effects). Dispute  merupakan usaha yang dilakukan oleh konselor dalam membantu konseli untuk mengubah pikirannya yang irrasional dengan cara mendiskusikan secara terbuka dan terus terang dengan konseli. Effects adalah hasil-hasil yang diperoleh dari proses diskusi bersama konseli, hasil tersebut (seharusnya/harapannya) berupa pikiran yang lebih rasional dan perasaan yang lebih wajar serta perilaku yang lebih tepat dan sesuai.

No comments:

Post a Comment