a

Thursday, March 29, 2012

Ragam Model Pembelajaran

Ragam model pembelajaran adalah berbagai cara yang digunakan oleh guru ataupun staf pengajar dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Ragam model pembelajaran yang dibuat tentu mempunyai benefit/manfaat yang sekiranya berguna bagi semuanya, adapun model desain pembelajaran ditujukkan untuk:
  1. memudahkan para pengajar dlm memilih desain pembelajaran yang cocok untuk dipakai
  2. meningkatkan hasil belajar anak didik baik dr segi pemahaman konsep maupun prakteknya,mningkatkan daya kreatifitas anak didik
  3. sebagai materi bahan ajar dan bahan acuan bagi pengajar
Berbagai ragam model pembelajaran metode pembelajaran:
1. Metode Ceramah
2. Metode Diskusi
3. Metode Demonstrasi
4. Metode Karyawisata
5. Metode Tanya jawab
6. Mind Mapping
7. Role Playing
8. Kumon

Wednesday, March 28, 2012

DILEMA PENDIDIKAN INDONESIA

Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)
LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”

“Dari Indonesia,” jawab saya.

Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

***

Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

MELAHIRKAN KEHEBATAN

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.


Friday, March 23, 2012

JEAN PIAGET

A. Sejarah Singkat
Jean Piaget dilahirkan di Neuchâtel, Swiss, pada tanggal 9 Agustus 1896. Pada tahun 1918, Jean Piaget menerima gelar Doktor dalam Ilmu dari Universitas Neuchâtel. Dia bekerja selama setahun psikologi di laboratorium di Zurich dan terkenal psikiatri Bleuler di klinik Selama periode ini, ia diperkenalkan pada karya-karya Freud, Jung, dan lain-lain. Pada 1919, ia mengajar psikologi dan filsafat di Sorbonne di Paris. Di
sini ia bertemu Simon dan melakukan penelitian intelijen dan mulai mewawancarai subyek di sebuah sekolah anak laki-laki, dengan menggunakan teknik wawancara psikiatri yang ia pelajari di tahun sebelumnya. Pada tahun 1921, artikel pertamanya tentang psikologi kecerdasan diterbitkan. Pada tahun yang sama, ia mendaapatposisi sisi di Institut JJ Rousseau di Geneva. Di sini ia memulai penelitian dengan murid-muridnya untuk penalaran anak Sk SD. 
B. Inteligensi
Teori Piaget merupakan teori inteligensi yang menekankan pada aspek perkembangan kognitif, tidak merupakan teori yang mengenai struktur inteligensi semata-mata. Piaget tidak melihat inteligensi sebagai suatu yang dapat didefenisikan secara kuantitatif sebagaimana umumnya dicerminkan oleh banyaknya jawaban yang benar pada suatu tes akan tetapi ia menyimpulkan dalam prinsip teorinya bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Oleh karena itu, masalah utama dalam membahas inteligensi adalah masalah cara mengungkapkan berbagai metode berfikir yang digunakan oleha anak-anak dari berbagai tingkatan usia.
Pada sarnya Piaget lebih melihat inteligensi pada aspek isi, struktur, dan fungsinya. Dalam menjelaskan inteligensi sesuai dengan aspek isi, struktur, dan fungsinya. Dalam menjelaskan inteligensi sesuai dengan aspek isi, struktur, dan fungsi tersebut Piaget mengaitkannya pada periodisasi perkembangan biologis anak. Periodisasi ini olehnya dibagi atas periode perkembangan tahap sensory motor, praoperation, concrete operation, dan formal operation. Perkembangan biologis tersebut dimaksudkan pula sebagai periode perkembangan kognitif dan intelektual yang didalamnya mengandung konsepsi inteligensi masing-masing.
1. Practical Intelligence
Nama lain untuk inteligensi sensory motor yang tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan sensory motor (0-2 tahun) dan merupakan dasar dari semua inteligensi yang berkembang kemudian. Pada tahap ini anak dapat belajar untuk berbuat sesuatu sekalipun ia belum mampu memikirkan perbuatan itu.
2. Preoperational Intelligence
Pada tahap ini (2-7 tahun) berkembang pulalah perkembangan kognitifnya memasuki tahap inteligensi praoperational yang berciri adanya cara berfikir intuitif yang memungkinkan anak memahami berbagai tugas dan situasi yang kompleks
3. Operational Intelligence
Pada usia 5-7 tahun anak memasuki tahap perkembangan dasar inteligensi operasional dengan mulainya anak memahami apa yang disebut sebagai concrete operation. Bentuk-bentuk concrete operation dalam tahap perkembangan inteligensi ini adalah konversi dan klasifikasi
4. Formal Operational Intelligence
Pada tahap ini keterbatasan inteligensi operasional telah teratasi. Anak mampu berfikir hipotetik dan dapat menguji secara sistematik berbagai penjelasan mengenai kejadian-kejadian tertentu, dikarenakan anak telah mulai dapat menemukan penyelesaian suatu masalah.

sumber: 
 Azwar, Saifuddin.2006.Pengantar Psikologi Inteligensi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Thursday, March 22, 2012

PERANAN PEMBELAJARAN E-LEARNING DALAM MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Nama kelompok:
1. Siti Melisa Harahap (11-005)
2. Rica Amelia (08-044)
3. Edberg Winson (11-046)
Menurut pendapat kelompok kami :
Dengan diadakannya pembelajaran e-learning ini merupakan sebuah pembelajaran yang baru. Membutuhkan banyak penyesuaian dalam pelaksanaannya karena mengingat waktu jaman sekolah belum pernah menerapkan e-learning. Dan metode e-learning ini menurut kelompok kami memiliki dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positifnya yaitu :
1. Mahasiswa lebih cepat mengakses informasi dan dapat mengikuti perkembangan teknologi.
2. Metode pembelajarannya bersifat fleksibel, tidak monoton duduk di dalam kelas.
3. Mahasiswa lebih dituntut untuk menjadi lebih kreatif dan berinovasi sehingga kita dapat menyesuaikan           dengan tuntutan yang ada dimasyarakat pada sekarang ini.
Dan, dampak negatifnya :
1. Resiko mahasiswa melakukan plagiat lebih besar.
2. Interaksi langsung antara dosen dengan mahasiswa, mahasiswa dengan mahasiswa menjadi berkurang     antarsesamanya.
Saran : Diharapkan adanya sosialisasi tentang e-learning sehingga mahasiswa dapat menyesuaikan diri untuk belajar dengan metode yang baru ini.^^