a

Monday, July 2, 2012

Pemilihan media Pembelajaran Yang Tepat Bagi Siswa Tunanetra

Tujuan pembelajaran merupakan sasaran utama yang harus dicapai setelah proses pembelajaran selesai. Metode dan pendekatan yang tepat untuk mengajar dan aktivitas siswa dalam belajar merupakan hal yang harus diperhatikan ketika merancang suatu rencana pembelajaran. Dengan demikian pemilihan metode sangat penting agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Hal itu senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Surakhmad (1986 :75), bahwa metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang akan dicapai John D. Latuheru (1988 : 14) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak didik atau warga belajar). Selanjutnya Suharsimi Arikunto (1987 : 16) mengemukakan bahwa media adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk lebih mempertinggi efektifitas serta efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan seoptimal mungkin. Oleh karena itu, dari berbagai pendapat para ahli kita dapat menyimpulkan bahwa: Media pembelajaran merupakan alat bantu pembelajaran yang digunakan sesuai dengan tujuan dan isi materi pembelajaran sebagai usaha untuk mempermudah menyampaikan informasi dari sumber belajar kepada penerima informasi, dengan tujuan untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian maka seorang pendidik dalam melakukan proses belajar mengajar harus dapat memilih antara media yang cocok dengan materi yang akan diberikan kepada siswanya. Penggunaan media pembelajaran yang tidak sesuai mengakibatkan materi tidak tersampaikan dengan sempurna. Pemilihan media pembelajaran juga harus memperhatikan kondisi siswa sebagai subjek pembelajaran. Pemilihan media belajar seyogyanya harus disesuaikan dengan kondisi siswanya. Siswa tunanetra berbeda kondisinya dengan tuna rungu, begitu pula dengan siswa normal, semuah siswa memiliki kekhususan dalam melakukan pembelajaran. Berikut ini kita akan lebih membahas bagaimana siswa tunanetra mengatasi keterbatasannya dalam belajar yang berkaitan dengan pembelajaran menggunakan media peta. Pengetahuan tentang sifat-sifat ruang dari benda yang biasa dilakukan lewat penglihatan, dapat dilakukan pula dengan rabaan. Di sini pengalaman kinestetis memegang peranan penting. Dengan rabaan anak tuna netra bisa tahu tentang bentuk benda, besar kecilnya, bahkan mempunyai kelebihan yaitu bisa mengerti halus kasarnya ( teksture) dan daya lenting ( elastisitas ) serta berat ringannya suatu benda. Tetapi meskipun ada kelebihannya, anak tuna netra memiliki kekurangan. Rabaan dibatasi oleh jarak jangkauan yang pendek, hanya sepanjang tangannya. Meskipun tidak tergantung kepada adanya cahaya, akibatnya benda-benda yang jauh tidak dapat dikenal, atau benda-benda yang terlalau besar sulit untuk dikenali. Demikian pula benda-benda yang tidak mungkin diraba tetap tidak dikenalnya dengan baik karena sifatnya. Misalnya, anak tuna netra tidak bisa menegenal bentuk api karena panasnya. Penglihatan memiliki fungsi yang khas karena itu terpenting, yaitu sebagai indera penyatu dan pemadu. Dengan penglihatannya, orang dapat mengetahui sesuatu secara menyeluruh dan serentak. Berbagai sifat benda dapat dikenal secara rinci dan terpadu. Oleh karena itu, tidak adanya penglihatan telah dibuktikan banyak mempunyai berbagai macam akibat. Hal ini akan menempatkan anak tuna netra dalam kesulitan untuk memperoleh kecakapan atau kemampuan. Persepsi warna adalah juga khas kemampuan penglihatan. Oleh karenanya, tidak mungkin dapat digantikan oleh indera lain utuk mengerti tentang warna. Dengan demikian, ia juga tidak mungkin memiliki konsep warna yang sebenarnya. Ia akan mengembangkan pengertiannya tentang warna secara verbal misalnya, emas dapat diketahui berwarna kuning karena ia pernah mendengar dari orang lain bahwa emas berwarna kuning. Akibat yang jelas dan mudah dilihat jika seseorang kehilangan fungsi penglihatan adalah ketika ia terpaksa melakukan kegiatan berpindah-pindah dan mencari sesuatu yang hilang. Sebagai contoh, ketika media peta timbul digunakan siswa untuk mengenal konsep ruang yang dijelaskan dalam pelajaran sejarah, dimungkinkan siswa akan mengalami kesulitan memahami pelajaran sejarah tersebut melalui cerita. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan daya konsentrasi dan ketertarikan siswa tersebut. Pada saat siswa tunanetra meraba peta timbul dan menerima sensasi raba, siswa diharapkan akan lebih memahami pelajaran yang diberikan, karena mereka telah mengalami perabaan pada media tersebut. Pengalaman tersebut akan lebih mudah tersimpan dalam memori siswa tunanetra. Sehingga dengan media peta timbul ini akan meningkatkan ketertarikan siswa pada pelajarannya. Lebih jauh lagi, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Begitu pula dengan pelajaran lainnya, diharapkan guru bisa memilih media yang tepat untuk menyampaikan materi yang diajarkan. Kesesuaian media pembelajaran dan materi pelajaran diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa, kesesuaian tersebut juga harus memperhatikan situasi dan kondisi siswa sebagai warga belajar. Sumber : http://plbjabar.com/?inc=info_plb_jabar&kat=artikel&id=67

No comments:

Post a Comment